About Senja Dewanti

Foto saya
Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia
I'm just Senja Permata Dewanti .

Minggu, 17 April 2011

Tak Selamanya . . . .

Ternyata bergantinya perasaan itu semudah membalikkan telapak tangan ya !
Sekarang saya merasa sangat menikmati makan coklat, tapi dua menit lagi mugkin saya akan merasa muak dan pobhia dengan coklat tersebut. Entah karena bosan, atau memang perasaan tak suka itu tiba-tiba datang dengan sendirinya.
Ketika saya menjadi coklat, bisakah saya menyalahkan seseorang yang tiba-tiba tak mau memakan saya lagi ? Mungkin bisa, tapi siap-siap saja mendapat jawaban yang menyakitkan, atau bahkan tidak masuk akal. Mungkin salah satu jawabannya karena orang tersebut sekarang lebih memilih biskuit rendah lemak untuk menjadi cemilan manisnya. Bukan coklat yang mengandung banyak lemak dan pasti bisa membuatnya menjadi gemuk dan merusak gigi.
Saya bisa saja menyalahkan seseorang yang pernah mengakui begitu sayangnya dia pada saya, yang kemudian pergi begitu saja dan menganggap saya tidak ada sama sekali.
Tapi apa benar kalau itu semua mutlak bukan salah saya ?
Justru semakin saya berfikir lebih jauh dan lebih konyol, perasaan menyalahkan orang lain itu salah besar. Yang saya rasakan malah kenapa dengan bodohnya saya mempercayai omongan kosongnya? Sudah jelas kalau saya melihat dengan mata kepala saya sendiri bahwa dia pun rela menyakiti orang lain demi mendapatkan saya. Untuk sebagian orang-orang yang sudah dibutakan dengan apa yang disebut cinta, pasti akan menganggap hal semacam itu sebagai wujud dari sebuah pengorbanan. Mereka akan merasa sangat-sangat spesial dan tidak menyangka akan ada seseorang yang bersedia melakukan semua itu demi dirinya. Tapi untuk sebagian orang waras yang masih bisa berpikir dengan otak yang benar akan mengatakan, “Dia rela melakukan itu untuk saya, pasti suatu saat nanti dia rela melakukan itu terhadap saya untuk orang lain.”
Dan ternyata tidak salah. Tidak perlu menunggu waktu yang lama. Karena hati orang-orang seperti itu mudah sekali berubah-ubah. Sebanyak apapun janji untuk tidak mengulangnya, pasti akan terulang juga. Entah hanya terulang sekali, ataupun bahkan berkali-kali, dan menjadikannya sebagai kebiasaan !
Sebisa mungkin saya tidak akan menyesal pernah menikmati menjadi seseorang yang berpikiran sempit dan bertindak bodoh dengan segala kePDan dan perasaan menjadi seseorang yang sangat istimewa. Toh saat itu saya pun menikmatinya. Tapi untuk selalu mengingat kebodohan itu, saya akan sangat-sangat-sangat membatasinya.
Sakit ? jelas.
Marah ? sangat.
Kecewa ? tak mungkin tidak.
Dendam ? semoga tidak.
Bersyukur ? harus. Karena tanpa adanya hal semacam ini, tingkat kedewasaan saya tidak akan meningkat.
Dan dengan ini juga, kalimat ini akan muncul.
Sakit tak selamanya menyakitkan. Senang juga tak selamanya membahagiakan.

THE END . . . . . .