Sita
menangis, dia sedang butuh bahu, atau pelukan ? Entahlah, yang jelas dia butuh
seorang pendengar untuk menemaninya menangis hingga usai. Bukan Putra yang
membuatnya menangis, bukan, semua ini tidak ada hubungannya dengan lelaki itu.
Tapi rumahnya. Rumah yang sangat ia rindukan selama tiga bulan terakhir. Rumah
yang dianggapnya tempat paling nyaman sedunia setelah kepalanya dipenuhi
kepenatan di kota manis itu.
Sebenarnya
Sita berharap keadaan rumahnya bisa bersahabat hingga sang waktu memaksanya untuk
pergi lagi. Tapi kali ini, hari ini tepatnya, satu hari sebelum dia harus
kembali ke Jogja, semuanya berjalan tak sesuai harapan.