About Senja Dewanti

Foto saya
Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia
I'm just Senja Permata Dewanti .

Rabu, 13 Juni 2012

Sita #part 1 - Lagi-Lagi . . .


Sita duduk di depan teras rumahnya, dengan laptop kesayangan warna silver di atas pangkuannya. Bukan materi bahan UAS, bukan film-film Korea yang baru dicopynya dari Fidha, juga bukan tutorial-tutorial yang dia download dari Mbah google yang ia sedang pandangi saat ini, tapi foto-foto itu, foto-foto yang diambil terakhir kali bersama Putra. Ya, tentu saja sebelum mereka memutuskan untuk ‘berhenti’.

Sebenarnya folder-folder foto itu sudah ia amankan sejak 5 bulan yang lalu, lengkap dengan semua-semua yang menurutnya bisa memancing kegalauan. Semua sudah dia jauhkan dari jangkauannya, termasuk menghilangkannya dari dalam harddisk laptopnya sendiri. Tidak, Sita tidak menghapusnya, dia hanya mengamankannya dan menjauhkannya dari matanya yang selalu tidak tahan memandangi wajah Putra yang manis itu.
Tapi tentu saja aksinya itu tidak berhasil. Semakin dia menjauhkan semuanya, semakin dia sulit untuk tidak memikirkan Putra. Lelaki itu sudah benar-benar membuatnya kehilangan bahan pikiran !
Beberapa hari yang lalu Sita memutuskan untuk mengembalikan folder-folder foto itu ke dalam harddisk laptopnya, sebelum dia meninggalkan kota yang penuh atmosfer tentang lelaki itu. Dia tidak ingin galau di rumahnya sendiri hanya karena merindukan lelaki yang telah membuatnya setengah konyol. Dan di sinilah, di rumahnya sendiri, setelah tugas-tugas yang menjengahkan itu berhasil dia taklukkan, dia memutuskan untuk pulang. Mencari udara segar untuk mengendorkan otot-otot kepalanya yang sempat menegang karena kebanyakan deadline beberapa minggu belakangan.
Terakhir kali dia meninggalkan kota manis itu, Sita masih ingat, Putra lah yang terakhir dilihatnya. Tapi beberapa hari yang lalu, jangankan melihat wajah Putra, mengatakan kalimat pamitpun Sita berpikir seribu kali, entah apa saja yang berulang-ulang ia pikirkan, yang jelas keputusan finalnya adalah tidak mengatakan pada Putra kalau dia akan pulang.
“Berita kepulangan gue juga gak bakal jadi info penting buat dia, secara, gue tuh siapa sih ! lagian gue juga balik ke sini lagi entar.” begitulah tanggapan Sita saat Lisa melontarkan pertanyaan godaan untuknya, “Loe nggak pamit sama Putra ?”
Dan akhirnya, pagi itu, di bus ekonomi yang dia tumpangi, dia mengirimkan pesan singkat berisi kalimat pamit kepada teman-temannya, tapi tidak kepada Putra.
Seharusnya tadi Sita menolak godaan malaikat yang berputar-putar di atas kepalanya untuk mencari folder-folder itu, tapi sudah terlambat. Dari 30 menit yang lalu, jari-jarinya hanya berkutat di tombol ‘next’ dan ‘back’, dengan layar yang menampilkan berlembar-lembar foto-fotonya degan Putra. Sementara itu, pikirannya berjalan-jalan ke dalam foto-foto yang dia pandangi, ke waktu yang telah lama dia tinggalkan.
Hingga akhirnya suara adik satu-satunya membuyarkan lamunan Sita.
“Mbak, HPnya bunyi-bunyi teruuuuuuuussss !” teriak Al dari dalam rumah.
Dan beberapa saat kemudian, adiknya yang berkulit gelap karena sengatan matahari itu barlari-lari menghampirinya, duduk manis di sampingnya sambil membawa HPnya yang selalu digeletakkan begitu saja di dalam kamar.
“Pinjem laptopnya buat ngegame bentar donk mbak !” pinta Al dengan wajah yang dibuat sok manis.
Kemudian Sita meletakkan laptop di sampingnya yang langsung disambar Al, tanpa menutup gambar-gambarnya dengan Putra di layar laptopnya, toh Al juga tidak akan banyak bertanya tentang siapa yanga ada di dalam laptop Sita. Al hanya butuh tampilan game yang begitu ingin dia mainkan dari satu jam yang lalu.
Sita menyambar HPnya, berniat mengambil laptopnya kembali setelah membalas SMS-SMS yang masuk sejak dari pagi. Ternyata Utari.
Sitaaaa, tugas yang kamu kasih ke Dira kemaren salah lhoo, jadi makalahnya kamu lagi yg harus nyelesein ! ok :D
”Astagaa ! Bego banget gue !”
Dengan cepat Sita kembali merebut laptop dari pangkuan adiknya.
“Mau dibuat ngerjain tugas, nonton TV aja sana !”
Tanpa kalimat protes, Al bangkit dan meninggalkan Sita. Tentu saja dengan muka ditekuk-tekuk yang sudah Sita sering lihat kalau Al sedang badmood.
Sita membuka file tugasnya yang seharusnya sudah dikerjakan Dira, tapi karena kelalaiannya, akhirnya dia sendirilah yang harus menyelesaikan semuanya. Masih banyak yang belum dia tulis. Sita menghembuskan napas dengan berat.
Dengan berat hati dia tutup semua folder yang menampilkan foto-foto Putra. Dan dengan berat hati pula dia memulai membereskan deadline dadakan itu.
“Mungkin cuma tugas-tugas numpuk yang bisa mengalihkan kepalaku dari pikiran tentang kamu!” keluh Sita dalam hati. “Tapi kalo kebanyakan tugas gini sama aja bikin galau tiap hari, sial !” gerutunya kemudian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar