Entah kegilaan seperti apa lagi yang belum kami lakukan.
Teriak-teriak gak jelas di Beringharjo layaknya penjual es teh 2000an, narsis
alias foto-foto memalukan di tempat umum (tengah jalan, toilet mall, pasar
malam, toko baju, sawah, sampai warung bakso), gangguin orang pacaran,
bahas-bahas hal yang sama sekali gak jelas, mejeng di toko baju sampai
diketawain sama satpam, hingga berantem kayak anak kecil di tempat-tempat yang
tak semestinya. Oke, mungkin ada beberapa hal yang masih wajar, kuliah (hal
wajib yang harus dilakukan sebagai mahasiswa yang berbakti pada kedua orang
tua), kerja kelompok (yang biasanya berakhir pada jalan-jalan dadakan), dan…
iya, gak ada lagi.
Hal-hal itu mungkin biasa aja kalo status kita bukan mahasiswa semester 5 yang beberapa minggu lagi akan sah jadi mahasiswa semester 6. Seperti gambar di bawah ini misalnya,
Iya, itu adalah hasil karya mahasiswa semester 5. Wajar aja
sih sebenernya, apalagi kami bukan mahasiswa seni, jadi kalau hasilnya
berantakan ya wajar. Proses pembuatannya juga wajar. Dari yang dengan senengnya
nemuin tinta timbul baru, notebook baru, sampai rebutan spidol untuk tanda
tangan di segala tempat. Nyanyi-nyanyi dengan lirik lagu berantakan dari pop,
dangdut, keroncong, hingga India. Kemudian joget-joget layaknya penari
profesional, sampai teriak-teriak penuh gairah hingga ditegor Bapak Kos.
Berbagi cerita tentang pacar dan gebetan masing-masing hingga muncul
komentar-komentar konyol dan sama sekali tidak penting. Dan biasanya diakhiri
dengan seisi kamar dalam keadaan tak terselamatkan (baca: berantakan banget
nget kayak kapal pecah). WAJAR.
Hal wajar lainnya? Banyak! Tapi untuk yang satu ini bukan
wajar sih, mengesankan lebih tepatnya. Tapi tetep aja gila. Jadi, disebabkan
final project yang tak kunjung bisa diselesaikan, kami memutuskan untuk pergi
dari kos yang penuh jeratan. Tapi kali ini hanya empat personil yang ikut
andil. Senjak. Merong, Slebor, dan Teye. Awalnya cuma ingin jalan sebentar membeli
sesuatu, sampai langkah-langkah kaki kami dibawa hingga ke Sekaten. Bingung mau
ngapain. Berbekal sebungkus bakso tusuk untuk dimakan rame-rame, kami jalan
hingga arena permainan. Ada kora-kora yang sebelumnya menjadi saksi “malam
menegangkan” kami, tapi malam itu sang kora-kora tampak tak menarik sama
sekali. Lalu, entah ide dari mana, kami membuat permainan sendiri. Berpencar 15 menit, sendiri-sendiri,
mencari apapun sedapatnya untuk ditukar dengan masing-masing personil. Tapi karena jalan sendiri dirasa seperti anak kecil tak berdosa yang kehilangan
orang tua, kami memutuskan untuk pergi berdua-dua, saya dengan Slebor sementara
Merong dengan Teye.
Pencarian pun segera dilaksanakan. Lima ribu rupiah. Nominal
yang harus dikeluarkan untuk membeli apapun yang kami temukan. Tak boleh kurang
apalagi lebih. Dan lima belas menit berikutnya, kami bertemu kembali di tempat
sebelum kami berpisah.
Ini memang kebetulan. Tak ada rekayasa ataupun perjanjian
mengenai barang apa yang akan kami beli. Tapi entah kami yang kurang kreatif,
Sekaten yang kurang luas, atau waktu yang kurang lama. Siapa yang akan
menyangka kalau barang yang kami dapatkan ternyata berasal dari satu tempat dan
satu penjual. Baik, sebut saja ini kekompakan tak terduga. Kemudian terjadilah
pertukaran “kado” yang semestinya. Tentunya dengan membuang angan-angan
mendapatkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dibeli sebelumnya. Ya, projek
15 menit Sekaten berakhir dengan sedikit kekecewaan, dan banyak tawa.
Memang gila, sangat-sangat gila hingga tak wajar mengingat
berapa umur kita sekarang. Melakukan hal-hal kekanakan dan memalukan. Tapi
siapa yang menyangka kalau saat-saat seperti inilah yang nanti akan sangat kita
rindukan. Saat dimana kita saling berjauhan satu sama lain. Dan hanya ada
kenangan serta secuil cerita yang masih melekat di dalam kepala. Hingga
kemudian kenangan-kenangan itulah yang akan kita bagikan ke anak cucu kita.
Mungkin mereka bukan orang-orang penting, bukan artis
sinetron yang dikenal banyak orang. Mungkin beberapa tahun dari sekarang bukan
orang yang sama yang akan melakukan hal-hal gila bersama saya. Tapi merekalah
yang ada saat ini dan memberikan peluk hangatnya serta memberikan
komentar-komentar konyol yang sebenarnya sangat kita perlukan. Merekalah
sahabat.
Sahabat-sahabat saya memang gila, tapi mereka pernah membuat
saya tertawa hingga menangis. Sahabatmu?
Bagus nih, freeenndddss 4ever & something to remember ^_^
BalasHapusAhai.....
BalasHapus:'(.....butuh tissuuu
BalasHapusini menyentuh sekali senja, jantungku berdetak hatiku berdebar bibirku terbungkam.
Song : "Mungkinkah kita kan selalu bersama
Walau terbentang jarak antara kita
Biarkan ku peluk erat bayangmu
Tuk melepaskan semua kerinduanku
Kau ku sayang selalu ku jaga
Takkan ku lepas selamanya"
4 kata buat kalian "I LOVE YOU GUYS" terimakasih telah mewarnai hari-hari ku selama ini :) :*
*kasih kanebo buat ngelap ingus Teye*
BalasHapus